Monday, November 13, 2006

Pulangkan Saja

Pulangkan saja aku pada ibuku atau ayahku..."

Dulu dia sering sekali mendengar nyanyian itu, dan dia sering menertawakannya. Betapa tidak, hidupnya saat ini jauh sekali dari gambaran kata sengsara. Meskipun sebelumnya dia bukan orang yang bisa dibilang miskin, tetapi juga tidak bisa dibilang kaya raya. Dia tidak bisa juga dibilang mempunyai gaya hidup yang sederhana. Seorang aktris film berbakat yang pernah membintangi beberapa film box office di tanah air ini sudah mulai merambah ke bisnis lain seperti usaha waralaba dan cafe.

Sering ikut seminar usaha dan bisnis menjadikannya cukup akrab dengan beberapa pengusaha. Beberapa pengusaha muda juga sering mengajaknya makan malam bersama. Belum lagi undangan pertemuan - pertemuan bisnis di lobby hotel ternama, sering menyita waktunya. Dia masih tertawa ketika mendengarkan lagu itu disenandungkan oleh pembantu rumah tangganya. Sungguh cerita cinta yang berakhir konyol, gumamnya.

Dia mungkin belum mengerti. Cinta bisa saja merubah dirinya menjadi seekor naga yang tiba-tiba menyemburkan api amarah yang dahsyat hingga sampai meruntuhkan tembok benteng perkawinan. Menjadi Hydra di lautan Aegean yang menghempas bahtera kehidupan pernikahan sepasang manusia, sangat mudah dilakukan oleh cinta yang terluka.

Atau sebenarnya dia mungkin tidak ambil peduli, karena sebenarnya dia sedang jatuh cinta? Pertemuannya dengan Robert membuat dia tidak bisa lagi berpikir tentang dia seorang. Sekarang dia lebih sering menelpon dan membuat pesan pendek untuk menanyakan kabarnya yang padahal baru sejam yang lalu ditemuinya. Robert, pria tampan dan kaya raya telah menaklukkan hatinya. Tadinya dia berpikiran bahwa Robert hanyalah seorang pengusaha yang iseng-iseng ingin menyalurkan hasrat hewaniahnya saja padanya. Karena Robert adalah pengusaha terpandang dan sudah mempunyai keluarga yang tidak pernah diterpa oleh gosip - gosip miring. Beberapa wartawan teman - temannya tidak pernah meributkan kehidupan rumah tangga mereka.

Shayne tertawa riang. Semenjak berkenalan, tidak seperti teman - teman lelakinya yang lain, tidak pernah terucapkan sepatah kata pun dari Robert untuk mengajaknya berhubungan intim. Shayne menganggap bahwa Robert benar - benar menganggap hubungan mereka benar - benar serius. Bukan sekedar nafsu belaka. Senyumnya makin melebar, ketika diingatnya Robert beberapa kali mengantar Shayne pulang ke kota B, ke rumah orang tuanya. Di dalam kesempatan itu, Robert kepada ibunya Shayne meminta ijin untuk menjadikan Shayne sebagai istrinya.

Pada suatu kesempatan, Shayne bertemu temannya seorang penulis naskah. Dia menceritakan kehidupannya yang penuh dengan bunga-bunga warna jingga yang bermekaran di taman. Entah kenapa Anton, sang penulis naskah malah berkata kepadanya, "Aku malah sering bertanya pada diriku sendiri, kenapa saya akhir-akhir ini sering menuliskan tentang cinta yang terlarang, ya?"

"Kamu menyindirku, Ton?"

"Aku tidak pernah menyindir siapapun, tulisan - tulisanku aku buat sebelum kamu menceritakan tentang Robert bukan?"

"Tapi aku merasa kamu menyinggungku pada dasar hatiku, Ton..."

"Ah, sudahlah. Tidak perlu kau anggap seperti itu. Aku menuliskan fenomena yang banyak terjadi di sekitar kita saja."

"Robert begitu menyenangkan, Ton. Perhatiannya padaku membuat aku percaya bahwa dialah laki-laki yang namanya disebutkan dalam mimpi - mimpiku."

"Percayalah padanya begitu, tapi aku harap kamu mau mempertimbangkan mereka yang terluka."

"Ton, justru aku di pihak yang akan banyak mengalah, bukan mereka. Saat ini aku banyak membaca tentang praktek poligami. Aku ingin siap untuk menjadi salah satu dari mereka."

"Apakah artinya kamu sudah siap untuk menderita?"

"Ah, Ton...Aku ke sini untuk membagi cerita bahagia, bukan untuk berargumentasi. Kalau kamu mendebatku, aku merasa bahwa kamu sama saja dengan mereka!"

"Mereka yang mana Ane?"

"Mereka yang memandang dengan picik terhadap praktek poligami, siapa lagi?"

"Sudah banyak buku yang kamu baca?"

"Ah sudahlah ...tampaknya aku salah waktu bicara sama kamu! Lebih baik aku pergi saja! Goodbye Anton."

Anton hanya tertawa kecil menyaksikan Shayne berlalu dari ruangannya. Tidak dicegah, dibiarkan saja. Sebab semuanya akan mempunyai arti yang berbeda seiring waktunya.

Dan kemudian beberapa waktu tanpa kabar dari Shayne sejak kepergiannya, Anton menerima undangan. Tidak seperti undangan pada umumnya, tercantum di situ "Privately Invited". Sebuah hotel ternama tertulis di situ, lalu ada nomer kamarnya. Di depannya ada inisial SR ; Shayne dan Robert. Anton hanya menghela nafas. Dia cuma tersenyum sambil melemparkan undangan itu pada tumpukan naskahnya.

Shayne bahagia sekali, meskipun dalam hatinya sedikit agak sedih juga. Di hari paling dimana seorang dara seharusnya bisa berteriak lantang kepada semua orang yang dikenalnya, dia hanya bisa tersenyum simpul. Di dalam kepalanya penuh curiga, apakah orang-orang yang datang saat ini mengerti akan keputusannya? Menjadi istri yang kedua. Setelah ditatapnya mata-mata tulus yang berbinar seakan-akan menyatakan "aku turut berbahagia" dari mereka, barulah pikirannya agak tenang.

"Selamat ya Ane, aku turut mendoakan kebahagiaanmu selalu!", kata Anton sambil mencium pipi Shayne.

"Thanks ya kamu mau datang.", jawab Shayne singkat.

Lalu semuanya kemudian seakan-akan menghilang. Beberapa bulan setelah pernikahannya, Shayne hanya merasakan di dunia ini hanya ada dia dan Robert. Robert selalu ada di setiap dia membutuhkannya. Shayne tidak pernah menanyakan masalah istri dan anak Robert, karena dia yakin Robert sudah menceritakan semuanya kepada mereka. Shayne pernah tegang ketika mendapat pesan pendek dari nomer yang tidak dikenalnya. Tangannya gemetar ketika membaca pesan itu. Isinya singkat "Jaga baik-baik Robert. Aundra". Aundra adalah nama istri pertama Robert. Setelah satu pesan singkat itu, tidak pernah lagi Shayne menerima pesan - pesan lain darinya. Shayne menganggap bahwa Aundra sudah mau menerima dia.

Malam itu, Robert berbicara mengenai masa depan bayi yang sedang tidur dalam perut Shayne. Kata dokter jenis kelamin bayi itu laki-laki. Robert berkata bahwa dia sedang merintis sebuah perusahaan yang nantinya akan dia serahkan kepada anak itu kelak. Shayne cuma tersenyum, sambil mengelus pipi Robert manja.

"Biarlah nanti anak kita yang menentukan masa depannya sendiri, sayang..."

"Setidaknya biarkanlah aku bertanggung jawab sepenuhnya untuk hari esoknya, sebagai bapak."

"Terserah kamu saja lah, Mas." Shayne menggelendot manja pada Robert, dan memelukkan lengan Robert pada perutnya.

Malam itu, langit-langit kamar tidur mereka seakan tembus pandang. Shayne tersenyum kepada bulan yang sedang purnama.

Dalam tidurnya, Shayne mendengar suara - suara gaduh. Sepertinya Robert sedang berbicara dengan seseorang. Tiba-tiba suara itu semakin mengeras. Bukan cuma suara manusia, tapi terdengar pula suara benda - benda berjatuhan. Shayne meringkuk dalam selimutnya. Ditutupnya kupingnya rapat - rapat ketika didengar namanya disebut-sebut. Suara pintu kamar digedor - gedor dari luar. Shayne semakin takut, dipeganginya perutnya yang gendut. Kemudian dia mulai bersenandung untuk mengusir rasa takutnya.

"Pulangkan saja aku pada ibuku atau ayahku..."

Jakarta/23/05/06

1 Comments:

Blogger Admin Blog said...

Pulangkan saja? Walah... walah... walah.... Mending gak usah pulang sekalian. Gak nyambung ya? Salam....

4:26 AM  

Post a Comment

<< Home